Refleksi 1 Perkuliahan Matematika Model Senin, 22 Februari 2016
Theresia Veni Tri Nugraheni
PM D/15709251090
Filsafat ilmu adalah ide atau pengetahuan. Belajar filsafat dari mitos menuju logos. Mitos adalah percaya saja tanpa dipikirkan. Logos adalah percaya tapi dengan dipikirkan lebih dahulu. Hidup ini penuh mitos. Mitos ini pun bermanfaat. Dari kecil kita belajar dengan mitos. Misal, jangan duduk di depan pintu. Karena ada mitos bahwa duduk di depan pintu tidak pantas.
Matematika model adalah kelanjutan dari filsafat ilmu. Filsafat ilmu dikenakan filsafatnya saja. Matematika model adalah lebih dari hermeneutika (menerjemahkan dan diterjemahkan) struktur-struktur ide/gagasan. Matematika yang kita pelajari adalah struktur atau model, semua matematika mempunyai struktur. Di dalam filsafat semua ide atau gagasan adalah struktur. Filsafat ilmu adalah ide atau gagasan. Obyek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Bapak Marsigit memberikan contoh perbedaan antara ada dan yang mungkin ada, sebagai berikut:
Obyek yang mungkin ada:
“Saya ingin mengeluarkan sesuatu dari saku saya. Apakah kalian tahu apa yang akan saya keluarkan? Tidak ada mahasiswa yang mengetahuinya. Kedudukan obyek yang akan saya keluarkan dalam pikiranmu adalah yang mungkin ada. “
Obyek yang ada:
“Apakah perbedaan mengerti dan sebelum mengerti atau ada dan sebelum ada? Ketika saya tunjukkan benda kepada kalian maka serta merta benda itu akan ada dalam pikiranmu. Kita tahu bendanya karena mulutmu dikendalikan oleh pikiranmu dan di dalam pikiranmu sudah ada benda yang saya tunjukkan.”
Belajar menurut filsafat adalah mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada. Ciri obyek yang ada dalam pikiran kita, yaitu kita bisa menyebutkan salah satu (minimal satu) sifat obyek tersebut. Metode dalam filasafat, yaitu hermeneutika (metode hidup terjemah dan terjemahkan), sedangkan alat belajar filsafat adalah menggunakan bahasa analog. Bahasa analog adalah tingkatan rendah itu sama, tingkatan matematika itu identik, bahasa seni itu perumpamaan bahasa. Analog tidak sekedar perumpaan tapi ada perumpaan di situ. Misalnya ketika kita berbicara pikiran bisa identik dengan dunia, tapi ketika kita bicara hati itu berkaitan dengan spiritual.
Pertanyaan dari mbak Lokana mengenai asal benda-benda yang berasal dari pikiran manusia, sebagai berikut:
Lokana : “Dari mana asal benda-benda pikiran yang berasal dari pikiran manusia?.”
Pak Marsigit : “Asalnya dari ruang dan waktu. Tiadalah ruang kalau tidak ada waktu dan tiadalah waktu kalau tidak ada ruang. Ruang itu adalah yang ada dan yang mungkin ada. Artinya kita tidak mampu memikirkan yang belum kita ketahui atau belum bisa kita pikirkan. Melihat berbeda dengan memikirkan. Waktu berjalan. Karena kalau waktu berjalan maka ruangnya kontekstual. Ruang kontekstual adalah yang ada dan mungkin ada pada waktu yang berjalan. Ketika kita lahir semuanya ada di situ, yang kita ketahui dan yang tidak kita terus sampai saat ini. Karena itu pikiran manusia berasal dari logikanya dan pengalamannya. Logika dan pengalaman akan menghasilkan yang ada dan yang mungkin ada.”
Pertanyaan dari mbak Tika tentang besarnya filsafat mempengaruhi cara pikir orang, sebagai berikut:
Mbak Tika : ”Seberapakah filsafat mempengaruhi cara pikir orang?”
Pak Marsigit : “Filsafat bisa saya definisikan sebanyak 1001 macam definisi. Tiada seorang benar-benar bisa berfilsafat tanpa pikiran para filsuf. Filsafat adalah dirimu sendiri. Semua orang bisa berfilsafat, karena filsafat adalah olah pikir yang refleksif/bercermin.”
Pertanyaan dari mas Abdilah mengenai hubungan antara Tuhan, agama dan filsafat, sebagai berikut:
Mas Abdilah : ”Bagaimana hubungan antara Tuhan, agama dan filsafat?”
Pak Marsigit : “Sehebat-hebat saya melangkah saya tidak akan mampu mengejar tulisan saya. Sehebat-hebatnya kemampuan menulis kita, kita tidak akan mampu menulis perkataan kita sendiri. Sehebat-hebatnya perkataan saya, tetap tidak mampu mengatakan yang saya pikirkan. Pikiran manusia itu berdimensi, pararel padahal omongan manusia itu bersifat seri. Omongan manusia itu terbatas, tapi karena keterbatasan itulah manusia itu hidup. Manusia itu sempurna dalam ketidaksempurnaan dan tidak sempurna dalam kesempurnaan. Sehebat-hebat pikiranmu tidak akan pernah mengetahui seluruh lerung hatimu.”
Bersyukur atas setiap pemberian Tuhan. Filsafat itu bisa untuk mensyukuri nikmat dari Tuhan. Hati adalah tempat kita berdoa. Hati adalah spiritual kita. Sebagai seorang yang beragama haruslah menjadikan spiritual sebagai tujuan berfilsafat. Tidak cukup hanya menggunakan pikiran. Pikiran hanya untuk mendukung agar ibadah kita kokoh. Tetapkan hati kita sebagai komandan sebelum kita mengembarakan pikiran kita.
Persoalan filsafat ada dua macam, yaitu di dalam pikiran dan di luar pikiran. Persoalan filsafat kalau di dalam pikiran bagaimana menjelaskan kepada orang lain. Padahal menjelaskan kepada orang lain tidak ada yang sempurna. Kalau ada di luar pikiran masalahnya bagaimana agar kita paham. Hidup adalah belajar, mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada.
“Senyumlah memandang dunia maka dunia akan tersenyum memandangmu.”